Kavling Villa dan Wisata Pinusia Diduga Hasil Karya Mafia Tanah

GOWA, Tanah kavling villa dan tempat wisata pinusia yang terletak di Lingkungan Batulapisi Dalam, Kelurahan Malino, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa diduga masuk dalam kawasan hutan lindung.

 

Kawasan hutan lindung disulap jadi tanah kavling tersebut mulai dikerjakan tahun 2024 menggunakan alat berat setelah dilakukan penebangan pohon pinus yang sejatinya melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pengrusakan Hutan.

 

Presiden Koalisi Besar Lembaga Toddopuli Indonesia Bersatu (TIB) Syafriadi Djaenaf menduga, pengrusakan hutan dan penerobosan kawasan hutan lindung itu melibatkan oknum yang tidak bertanggungjawab. 

 

“Saya menduga pemerintah Kecamatan terlibat, termasuk Badan Pertanahan Nasional (BPN) Balai Pemantapan Kawasan Hutan dan Tata Lingkungan (BPKH-TL) wilayah VII. Dan mungkin juga Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulsel ikut terlibat,” ungkap Syafriadi Djaenaf, Jumat, 1 Februari 2025.

 

Menurutnya, penegak hukum harus turun tangan untuk memastikan status usaha tanah kavling villa dan wisata Pinusia Malino itu dan aksi penebangan pohon yang dilakukan oleh oknum. Sebab tindakan tersebut akan merusak konservasi alam dan membahayakan warga sekitar jika nanti terjadi bencana alam.

 

Apalagi sambungnya, titik lokasi itu sudah muncul sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak Guna Usaha (HGU). Ini kata dia, melibatkan mafia tanah sehingga memudahkan semua prosesnya.

 

“Pada tahun 2023 kami masih pantau lokasi itu masih masuk kawasan hutan lindung. Tiba-tiba pada tahun 2024 sudah keluar dari kawasan. Tentu ini jadi pertanyaan. Disini kami duga ada memang mafia yang bermain. Tentu ini sangan merugikan kita semua karena hutan kita dirusak,” tegas Syafriadi Djaenaf. 

 

Adapun dampaknya, tambah Syafriadi Djaenaf, penebangan yang dilakukan secara ilegal tanpa mengantongi izin rekomendasi hasil kajian akan membawa dampak sosial, ekonomi dan lingkungan hidup. 

 

“Penebangan pohon secara ilegal dapat berdampak negatif terhadap lingkungan, ekonomi, dan sosial. Beberapa dampaknya yaitu hilangnya kesuburan tanah, Tanah menjadi gersang, Nutrisi dalam tanah mudah menguap, Hutan menjadi gundul,” terang Syafriadi Djaenaf. 

 

Iapun meminta penegak hukum secepatnya ambil langkah konkrit dan tidak tebang pilih atas penegakkan hukum, mengingat kasus serupa juga terjadi sebelumnya pada tahun 2019 dan menjerat enam orang tersangka sampai dilakukan penahanan selama kurang lebih enam bulan.

 

“Masih ingat enam orang warga Dusun Matteko, Kecamatan Tombolo Pao, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan yang divonis penjara selama 6 bulan 3 hari. Keenamnya dinyatakan bersalah menebang 56 batang pohon pinus di kawasan hutan produksi,” ungkap Syafriadi Djaenaf. 

 

Dikatakannya, warga yang dinyatakan bersalah sejak tahun 2019 karena dianggap melanggar UU Nomor 18 Tahun 2013. Masing-masing Dahlan, Nurdin, Saddang, Nurdin Sombala, Muhammad Nasir dan Abdul Latif. Padahal mereka hanya membantu petugas PLN memangkas pohon pinus karena adanya tiang listrik roboh, termasuk menghalangi bentangan kabel aliran arus listrik.

 

“Semoga penegak hukum tidak tebang pilih. Karena kami yakin kita semua perhatian dengan lingkungan kita demi masa depan untuk generasi selanjutnya,” tutup Syafriadi.

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *